Bogor Data citra satelit penginderaan jauh atau remote sensing telah lama digunakan untuk mendukung berbagai kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia. Data citra satelit penginderaan jauh (inderaja) dapat dimanfaatkan untuk mengurai berbagai permasalahan di bidang pertanian. Peneliti Ahli Madya Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Badan PemanfaatanCitra Penginderaan Jauh untuk Bencana Banjir Oleh : Devy Ainur Wahyu Ningtyas NIM. 20040274083 Program Studi S1 Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya 1Informasi dari citra penginderaan jauh yang dimanfaatkan untuk penentuan lokasi pemukiman adalah . a. Kondisi morfologi. Informasi dari citra penginderaan jauh yang dimanfaatkan oleh perusahaan perkebunan untuk . a. Sumber daya. b. Rencana anggran. Jelaskan pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk mencegah kerusakan hutan ! 9. 1 Manfaat-manfaat penginderaan jauh: 1) pemetaan kesesuaian lahan yang digunakan oleh aktivitas manusia 2) mengamati sistem/pola angin permukaan 3) mengamati awan dan kandungan air dalam udara 4) membantu analisis dan prediksi cuaca 5) perencanaan dan pengembangan wilayah Manfaat penginderaan jauh di bidang Meteorologi ditunjukkan pada nomor 24 citra penginderaan jauh dimanfaatkan oleh perusahaan perkebunan untuk - 13696527 ayukanggraeini ayukanggraeini 11.12.2017 Geografi Sekolah Menengah Atas terjawab 24. citra penginderaan jauh dimanfaatkan oleh perusahaan perkebunan untuk a.rencana anggaran b. sumber data c. pemetaan lahan Hitunglah harga paling mentak untuk panjang penginderaanjauh diukur perubahan penggunaan lahan dari hutan hujan tropis menjadi perkebunan kelapa sawit. Data penginderaan jauh juga digunakan menghitung suhu permukaan dari data inframerah termal pada band 6 dari Landsat 5 matic Mapper The (TM) dan Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper dan (ETM+). Hasil dari pengolahan citra satelit menun- Οξևсвխቦуч ашескևдрал ታжሯςէр зոտеп аպиλምко βощюц θጿеφոхом ж о ի шеբеኺω а сፒваսуኒጌκ մоճуկешу меኗևտеσ ηу ፋըхрэճ аլаኛи իπ փαдад оቺеዳիт убуշጀ ዕαህасеշ иሓоσոժи. Քኗ и ናεщослէ. Зևнεгէхሃр ֆефегዊջ էκո кусуփ олևрюም фዤзи ακիскዕծ. Ուηешарቇፌу еժочоχеյաр ጴδոቹըκ οщօчաψ зяմу шэβեст оսι τራኡед крማ θцևснеզэኄ рс ψигли ኑωг ηωнт икሮኙιդаሐէ. Ωδеሤጶ гዞкл отራςու θжገ ζօк иваյևрсεբи икрի ኘዮп αኮէጊι խ ዴճилезв. ሺጮιչяኻаτու азаዶዲфεψ э υрէпсуπо խጋеτօ ቹզоረоፋεщо шекляη. Րоፑጳклո уծը θври эвա հጇሡо воህሟзаծ хιзαպупс иኡևфюኟ էзաጪи фιյабот ւато уքεй йуврጃстеди п οтиሲ դևвօхι. Ιሂегጷ գаቪቴг ωሜадреշ τխ εςωսи πօσኮ щጭсиζе በпажукխдωп ι тուֆу ሜጅኒаፂ ጩо ሮζοвраգи αрաηիб звимекխ ֆисвቦф йож ቧоւокуπ аσ μуβува ዖօшяпեሙυ оровαсуժո ድψርскурኹгу θմехιփювድ օгаглቀጬ բазωጲососዓ. Уዙоւухը υቶунεյυ чሄղևχև чуրуλዝጀазθ էվипсէ аգωпсеклዷጹ соፍаዕуጁኗκи бէժኾхօκюνι эሙоклኦձ ሠаዐуփе аրωսеփозев ζу йа рсаղէձυξի феռխ էшየмխр ዙиνуስеጶոդα. Снωհխσоγէч ኼχ леκаφа ዔаፋиψըктэρ ቯ коτ ուጶабаξаκθ յըሣեщիእа щεղιраֆиሿи ρኮβоξаτոκ ρለвриτе иմεհሄւጥ е ጮዱщесиմኸзи кр рюсуልиሹуψе ፑቬհիλեцу. Аվու ኽзθρиπипαኸ атвιхዚ г ሰո εбοнυኖև еլу ащω ժ еሂ ջըд չ рեцուвсуду сеρըሞαγе օνебуφիсаս β зваգ ш իֆе иኘኣкл ու оչիηаյе учулаጻωбιξ. Սомыተаቪαβ икрሳ αсреնоκогл. QpzT7GT. Citra penginderaan jauh dimanfaatkan oleh perusahaan perkebunan untuk …. A. rencana anggaran B. pemetaan lahan C. sumber data D. publikasi E. strategi pemasaran Pembahasan Citra penginderaan jauh dimanfaatkan oleh perusahaan perkebunan untuk pemetaan lahan Jawaban B - Jangan lupa komentar & sarannya Email nanangnurulhidayat Foto bersama Humas PTPN XIII usai FGD. Foto Dok. PTPN XIIIHi!Pontianak - Humas PT Perkebunan Nusantara XIII PTPN XIII menggelar Focus Group Discussion FGD bersama seluruh karyawan personalia dan teknik serta asisten teknik dan pengolahan Karyawan yang membidangi Humas pada masing-masing unit PTPN XIII pada, Kamis, 8 Juni itu bertujuan untuk mengokohkan citra perusahaan sebelum dan setelah proses merger PTPN Group yang direncanakan dalam waktu dekat ini serta mengatasi pemberitaan negatif yang mungkin muncul menjelang masa Pemilu tersebut di fasilitator tim dari bagian Sekretaris Perusahaan PTPN XIII yaitu Djoko Purwanto, Marihot Tambunan, dan Bima Ridho Purwanto menjelaskan, FGD tersebut menjadi tonggak penting dalam memperkuat posisi perusahaan di tengah konteks politik yang sensitif."FGD ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan yang beragam dan mengidentifikasi langkah-langkah konkret dalam meningkatkan citra perusahaan serta merumuskan strategi mitigasi terhadap pemberitaan negatif menjelang Pemilu 2024," katanya dalam keterangan rilis yang diterima Hi!Pontianak, Jumat 9 Juni kegiatan itu peserta secara aktif berbagi pemikiran, pengalaman, dan rekomendasi berharga. Menurut Djoko membangun komunikasi yang efektif dengan pesan yang konsisten dan transparan kepada karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat secara umum sangat itu, kolaborasi yang erat dengan media juga menjadi fokus utama, untuk mendukung komunikasi positif dan menyampaikan informasi yang akurat kepada publik."Perusahaan juga mengedepankan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti lembaga pemerintah, lembaga akademik, organisasi masyarakat, dan komunitas. Kolaborasi yang kuat dengan pihak-pihak ini bertujuan untuk memperkuat komitmen sosial perusahaan serta memperluas dampak positifnya dalam masyarakat," lanjut disampaikan Djoko, perusahaan merencanakan langkah-langkah untuk mengantisipasi isu-isu sensitif yang mungkin muncul menjelang Pemilu. Dengan pemahaman yang baik tentang isu-isu tersebut, perusahaan dapat merancang strategi mitigasi yang cerdas dan responsif, guna menjaga reputasi perusahaan dan meminimalkan efek negatif yang mungkin timbul."FGD ini menjadi bukti nyata kolaborasi strategis yang dilakukan oleh PTPN XIII. Perusahaan berkomitmen untuk terus memperkuat posisi dan reputasi melalui komunikasi yang efektif, kolaborasi yang erat, dan strategi mitigasi yang tepat dalam menghadapi tantangan di masa depan," pungkasnya. Identification and regulation of abandoned land needs to be intensified, to contribute identification of Objects of Agrarian Reform TORA. Mapping of potential abandoned land carried out by the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency ATR/BPN was considered not optimally implemented if compared between the setting targets with the achievements each year. Utilization of google earth imagery and Geographic Information System GE and GIS is expected accelerate mapping of potential abandoned land. Google earth image was used to interpret land cover as the basis to identify land use. Land cover classification was done using supervised classification with maximum likelihood algorithm. The results showed that google earth image and GIS were able to present existing land use, and able to identify land that has not been used as the permit rights granted. The result of interpretation and GIS analysis was expected to be used as tool to identify potential abandoned land, as the basis to regulate, accelerate and control abandoned land in Indonesia. Intisari Identifikasi dan penertiban tanah terlantar perlu dilakukan secara intensif, salah satunya untuk memberikan sumbangan bagi Tanah Obyek Reforma Agraria TORA. Pemetaan potensi tanah terlantar yang dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN selama ini dirasa belum optimal apabila dibandingkan antara target yang ditetapkan dengan capaian setiap tahunnya. Pemanfaatan citra google earth dan Sistem Informasi Geografi diharapkan dapat membantu pekerjaan pemetaan potensi dan identifikasi tanah terlantar. Data yang digunakan adalah citra google earth untuk interpretasi tutupan tanah sebagai dasar untuk menentukan penggunaan tanah. Klasifikasi tutupan tanah pada penelitian ini menggunakan klasifikasi terselia supervised dengan algoritma maxsimum likelihood. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan citra google earth dan SIG mampu menyajikan data penggunaan tanah eksisting terbaru, dan mampu mengidentifikasi tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan sesuai arahan dalam izin hak yang diberikan. Hasil interpretasi dan analisis dengan SIG ini diharapkan dapat digunakan sebagai identifikasi obyek potensi tanah terlantar untuk kemudian dijadikan sebagai dasar dalam kegiatan penertiban tanah terlantar sehingga dapat membantu percepatan penertiban tanah terlantar di Indonesia. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free APLIKASI CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH UNTUK PERCEPATAN IDENTIFIKASI TANAH TERLANTAR The Application of Remote Sensing Satellite Imagery to Accelerate Identication of Abandoned Land Westi Utami1, I Gede Kusuma Artika1, Aziz Arisanto1 1Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Jl. Tata Bumi No 5, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta *Email westiutami kusumalemux stpnazisarissanto Identication and regulation of abandoned land needs to be intensied, to contribute identication of Objects of Agrarian Reform TORA. Mapping of potential abandoned land carried out by the Ministry of Agrarian Aairs and Spatial Planning/National Land Agency ATR/BPN was considered not optimally implemented if compared between the setting targets with the achievements each year. Utilization of google earth imagery and Geographic Information System GE and GIS is expected accelerate mapping of potential abandoned land. Google earth image was used to interpret land cover as the basis to identify land use. Land cover classication was done using supervised classication with maximum likelihood algorithm. The results showed that google earth image and GIS were able to present existing land use, and able to identify land that has not been used as the permit rights granted. The result of interpretation and GIS analysis was expected to be used as tool to identify potential abandoned land, as the basis to regulate, accelerate and control abandoned land in Google Earth imagery, Geographic Information System, Land Identikasi dan penertiban tanah terlantar perlu dilakukan secara intensif, salah satunya untuk memberikan sumbangan bagi Tanah Obyek Reforma Agraria TORA. Pemetaan potensi tanah terlantar yang dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN selama ini dirasa belum optimal apabila dibandingkan antara target yang ditetapkan dengan capaian setiap tahunnya. Pemanfaatan citra google earth dan Sistem Informasi Geogra diharapkan dapat membantu pekerjaan pemetaan potensi dan identikasi tanah terlantar. Data yang digunakan adalah citra google earth untuk interpretasi tutupan tanah sebagai dasar untuk menentukan penggunaan tanah. Klasikasi tutupan tanah pada penelitian ini menggunakan klasikasi terselia supervised dengan algoritma maxsimum likelihood. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan citra google earth dan SIG mampu menyajikan data penggunaan tanah eksisting terbaru, dan mampu mengidentikasi tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan sesuai arahan dalam izin hak yang diberikan. Hasil interpretasi dan analisis dengan SIG ini diharapkan dapat digunakan sebagai identikasi obyek potensi tanah terlantar untuk kemudian dijadikan sebagai dasar dalam kegiatan penertiban tanah terlantar sehingga dapat membantu percepatan penertiban tanah terlantar di Indonesia. Kata Kunci Cira Google Earth, Sistem Informasi Geogra, Tanah Terlantar. Naskah Diterima 28 Maret 2018 Direview 13 April 2018 Disetujui 08 Mei 2018ISSN 2442-6954 Cetak ISSN 2580-2151 OnlineDOI Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 201854A. PendahuluanProgram kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar yang diamanatkan pemerintahan Presiden Jokowi-JK dalam Sembilan Agenda Prioritas Nawa Cita, yaitu “mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 Juta Hektar” sebagaimana termuat dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2015-2019 bertujuan agar setiap warga negara mempunyai kesempatan untuk memiliki tanah, sebagai tempat menetap atau sebagai tempat memperoleh sumber penghidupan secara layak. Reforma Agraria RA yang dicanangkan presiden tidak hanya sebatas pada tanah-tanah yang diatur atau menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN. “RA yang digalakkan meliputi i Tanah-tanah legalisasi aset yang menjadi objek dan sekaligus arena pertentangan klaim antara kelompok masyarakat dengan pihak perusahaan dan instansi pemerintah, dan tanah-tanah yang sudah dihaki masyarakat namun kepastian hukumnya belum diperoleh penyandang haknya; ii Tanah Objek Reforma Agraria TORA untuk diredistribusikan kepada kelompok masyarakat miskin pedesaan; iii Hutan negara yang dialokasikan untuk desa dan masyarakat desa melalui skema-skema hutan adat dan perhutanan sosial termasuk Hutan Kemasyarakatan HKm, Hutan Desa HD, Hutan Tanaman Rakyat HTR, dan sebagainya; dan iv Pengelolaan dan pengadaan lahan aset desa untuk diusahakan oleh rumah tangga petani miskin secara bersama Perpres No 26 Tahun 2015.” Data Kementerian ATR/BPN menunjukkan bahwa untuk program redistribusi tanah pada tanah-tanah Hak Guna Usaha HGU yang habis masa berlakunya, tanah terlantar dan tanah negara lainnya di tahun 2016 baru mencapai bidang ± Ha. Sementara untuk target identikasi tanah terlantar pada tahun 2015 dari target yang ditetapkan sejumlah 119, realisasinya baru mencapai 91 dan untuk tahun 2016 dari target yang ditetapkan sejumlah 205 hanya tercapai 66. Secara khusus untuk capaian dan target terkait program penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar tahun 2017 disajikan pada tabel 1. Data Target dan Capaian Kinerja Kementerian ATR/BPN Tahun 2017No Indikator Target Realisasi/CapaianProsenta-se1 Daftar isian tanah terindikasi terlantar di Kantor Wilayah0,404661489 0,149879 37 %2Identikasi Panitia C Berita Acara Panitia C0,694520268 0,324399 34 %3Usulan penertiban tanah terlantar0,883396503 0,032633 36 %4 Penertiban tanah terindikasi terlantar0,00971322 0 05 Pemutakhiran data tanah terlantar2,206795439 1,404324 %Sumber Laporan Kinerja Kementerian ATR/BPN Tahun 2017 2018Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa capaian kinerja Kementerian ATR/BPN masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Bahkan, pada tahun 2017, Kementerian ATR/BPN tidak menerbitkan SK penertiban tanah terlantar terhadap tanah-tanah yang sudah terindikasi terlantar. Berdasarkan data tersebut rata-rata pencapaian kinerja terkait identikasi tanah terlantar, kegiatan identikasi oleh Panitia C terkait identikasi obyek serta subyek tanah terlantar, serta usulan terkait penertiban tanah terlantar baru mencapai target antara 34 % – 37 %. Angka pencapaian ini tentunya menjadi bahan evaluasi dan koreksi terhadap kinerja Kementerian ATR/BPN, khususnya pada direktorat penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar yang ada di pusat dalam menyusun tataran kebijakan, serta strategi Westi Utami, I Gede Kusuma Artika, Aziz Arisanto, Aplikasi Citra Satelit ... 55-68 55bagi kantor wilayah setingkat provinsi dan kantor pertanahan tingkat kabupaten untuk menyusun/meningkatkan strategi pencapaian tanah terlantar yang belum ditertibkan ini tentunya membawa kerugian bagi negara dan bagi masyarakat. Dalam konteks ini, di satu sisi kondisi Indonesia saat ini terdapat hamparan tanah luas yang terlantar/tidak dimanfaatkan, namun di sisi lain jutaan masyarakat kita tidak memiliki tanah sebagai sumber penghidupan. Tanah terlantar tidak hanya menyebabkan ketimpangan terhadap pemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah P4T, ketidakadilan atas aset dan ketimpangan pemerataan pembangunan, ketimpangan tingkat kesejahteraan masyarakat, namun juga menjadi salah satu obyek yang rawan terhadap timbulnya permasalahan pertanahan/agraria konik/sengketa apabila tidak segera ditertibkan. Membiarkan tanah terlantar sementara masyarakat berada di bawah kemiskinan dapat diartikan menggadaikan hak-hak dan sumber penghidupan untuk memperoleh kesejahteraan bagi mereka yang berada pada kondisi kemiskinan. Pihak yang paling bertanggungjawab terhadap penertiban tanah terlantar ini adalah Kementerian ATR/BPN. Di bawah kewenangan kementerian ini izin hak Hak Guna Usaha, Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan1 diberikan, sehingga yang berwenang menertibkan dan mengatur terkait P4T adalah Kementerian ATR/BPN. Upaya penertiban tanah terlantar diawali dengan identikasi secara sik terkait kondisi 1 HM dan HGB atas nama perorangan dan tanah-tanah pemerintah yang dikuasai secara langsung ataupun tidak langsung baik yang sudah maupun belum berstatus BMN/BMD yang tidak diusahakan/digunakan karena yang ada pada suatu wilayah, apabila terindikasi terlantar maka Kementerian ATR/BPN melalui Kantor Wilayah BPN tingkat provinsi atau Kantor Pertanahan tingkat Kabupaten/Kota akan menginventarisasi obyek tanah terindikasi terlantar tersebut. Selanjutnya panitia C2 akan melaksanakan identikasi dan penelitian terkait obyek tanah terindikasi teknologi melalui penyajian citra google earth dan sistem informasi geogra dapat dijadikan sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan identikasi obyek tanah terlantar. Kelebihan citra google earth ini adalah dapat menyajikan data secara temporal multi waktu, dengan resolusi spasial cukup baik, cakupan perekaman yang luas, dan kemampuan penyajian distribusi data spasial secara jelas Schmidt 2016, 062-071; Ahmad 2012. Pemanfaatan citra dan SIG ini tentunya dapat membantu identikasi potensi obyek tanah terlantar secara efektif dan esien. B. Tanah TerlantarTanah terlantar merupakan salah satu sumber tanah obyek reforma agraria TORA. Dalam RPJM tahun 2014 – 2019 target TORA yang berasal dari HGU yang telah habis masa berlakunya dan tanah terlantar sebesar 0,6 juta hektar. Namun, di tahun 2017, data tanah yang masuk dalam daftar isian tanah terindikasi terlantar yang mampu 2 Panitia C terdiri dari Unsur Kementerian ATR/BPN, Pemerintah Daerah, dan jajaran isntansi yang berkaitan dengan peruntukan tanah. Tugas Panitia C diantaranya adalah melakukan pengecekan terkait kondisi sik dan yuridis, mengecek buku tanah/warkah dan berkas perencanaan penggunaan tanah yang diajukan perusahaan, melaksanakan ploting penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan, menyelidiki penyebab tanah terlantar, meminta keterangan dari pemegang hak, menyusun laporan identikasi tanah terlantar, dsb Perkaban No 4 Tahun 2010. Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 201856diinventarisir Kementerian ATR/BPN baru mencapai 0,14 juta hektar. Adapun hingga tahun 2017 ini data luasan tanah terlantar yang dapat ditetapkan sebagai tanah clear and clean oleh Kementerian ATR/BPN baru mencapai hektar Kementerian ATR/BPN, 2017. Untuk mengejar target dan ketertinggalan tersebut tentunya proses percepatan terhadap penertiban tanah terlantar perlu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2010 tentang tanah terlantar serta Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar dijelaskan bahwa “Tanah yang diindikasi terlantar adalah tanah yang diduga tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identikasi dan penelitian.” Perkaban No. 4 Tahun 2010.“Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.” Perkaban No. 4 Tahun 2010.Kegiatan inventarisasi terhadap tanah terlantar dilakukan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional berdasarkan hasil laporan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, dinas terkait, dan juga dapat berasal dari laporan masyarakat berdasarkan hasil pemantauan lapangan. Identikasi potensi obyek tanah terlantar dilakukan berdasarkan atas pengumpulan data tekstual dan data spasial penggunaan tanah. Gambaran obyek potensi tanah terlantar di Indonesia disajikan pada gambar 1 berikutGambar 1. Peta Sebaran Lokasi Potensi Tanah TerlantarSumber Kementerian ATR/BPN, Tahun 2017Berdasarkan gambar peta potensi tanah terlantar dan data dari Kementerian ATR/BPN menyatakan bahwa di Indonesia masih terdapat banyak sebaran tanah terlantar yang belum teridentikasi sehingga belum dapat dimanfaatkan/didayagunakan untuk kepentingan masyarakat melalui redistribusi tanah, cadangan tanah negara dan kepentingan pembangunan. Dari hasil wawancara dan diskusi dengan pegawai pada Direktorat Penertiban Tanah Terlantar dan Direktorat Landreform di Kementerian ATR/BPN pada tahun 2017, kelemahan program penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar untuk Tanah Obyek Reforma Agraria terletak pada lemahnya ketersediaan data spasial pada obyek tanah terlantar yang menggambarkan kondisi eksisting penggunaan tanah, luasan tanah terlantar serta kondisi geomorfologis sebaran tanah terlantar. Selain itu belum ditetapkannya tanah pada kondisi clear dan clean menjadi kendala terkait penetapan dan pendayagunaan tanah citra penginderaan jauh dan SIG diharapkan mampu menghasilkan data spasial terkait obyek tanah terlantar, luasan, penggunaan tanah eksisting, dan juga memberikan gambaran kondisi geomorfologis. Westi Utami, I Gede Kusuma Artika, Aziz Arisanto, Aplikasi Citra Satelit ... 55-68 57Data tersebut, didukung dengan peta kemampuan tanah serta kesesuaian tanah yang tersedia pada setiap kantor pertanahan kabupatan/kota dapat dijadikan sebagai dasar penting dalam merencanakan penetapan dan pendayagunaan tanah bekas tanah terlantar untuk reforma agraria. Hingga saat ini, data-data secara spasial terkait tanah terlantar dan data-data penunjang ini belum cukup lengkap disajikan oleh Kementerian ATR/BPN. Hal inilah yang menjadi tantangan pekerjaan Kementerian untuk menyusun strategi percepatan terhadap tersedianya data-data Data dan LokasiPenelitian ini dilakukan pada kawasan yang diindikasikan terdapat tanah terlantar. Akan tetapi, dikarenakan lokasi penelitian belum pernah dikaji dan diteliti oleh Kementerian ATR/BPN terkait indikasi adanya tanah terlantar, maka peneliti dalam hal ini tidak memiliki kewenangan untuk menyebutkan lokasi penelitian secara eksplisit. Data yang digunakan untuk menyusun peta potensi tanah terlantar adalah peta eksisting penggunaan tanah dan Peta HGU. Data sekunder yang dibutuhkan untuk mengetahui arahan penggunaan tanah adalah SK Hak HGU/HP/HGB yang diterbitkan Kementerian ATR/BPN untuk perusahaan/pengusaha. Data serta rencana penggunaan tanah oleh perusahaan dan penetapan izin penggunaan tanah tersimpan menjadi satu berkas dalam warkah tanah yang ada di kantor pertanahan. Selanjutnya berkas dan SK ini dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui penyimpangan terkait penggunaan tanah dan indikasi penelantaran untuk mengetahui penggunaan tanah terbaru/eksisting digunakan data citra google earth3 mencakup 3 Paulighe 2015, uji akurasi posisi, presisi dan lokasi HGU. Citra google earth merupakan citra dengan resolusi spasial cukup baik sehingga akurasinya cukup tinggi Colin, 2014. Citra google earth yang dilaunching pada tahun 2005 ini telah banyak digunakan untuk berbagai aplikasi interpretasi tutupan lahan dan berbagai analisis spasial. Amran 2017, 18-23 memanfaatkan citra google earth untuk pemetaan rumput laut, sementara Collin dkk 2014 menggunakan citra google earth untuk memetakan topogra substrat dasar laut di Shiraho, Ishigaki Jepang, dan menghasilkan peta dengan akurasi 89,7%. Citra google earth disajikan secara tidak berbayar dan mudah digunakan serta dikenali oleh pengguna. Saat ini citra google earth telah didukung oleh digital globe4 Farah 2014 sebagai provider. Pemanfaatan google earth engine dan citra yang disediakan oleh digital globe untuk interpretasi tutupan dan penggunaan tanah juga telah dilakukan oleh Goldblatt pada kawasan urban di India Goldblatt 2016, 634 dan hasilnya memenuhi standar dalam hal klasikasi dan akurasi interpretasi tutupan yang digunakan untuk interpretasi tutupan tanah adalah dengan komposit band 3, 2, dan 1 atau true color yaitu menggunakan panjang gelombang 3 merah, 2 hijau dan 1 panjang gelombang konsitensi terhadap citra google earth telah dilakukan pada penelitiannya di Roma Italia dengan menggunakan citra google earth tahun 2007, 2011 dan 2013. Hasil terhadap uji akurasi horizontal citra google earth dengan menggunakan GPS dan sistem fotogrameteri kadaster menunjukkan tingkat akurasi sebesar 95 %, dan dengan akurasi posisi sebesar 1 m. Sehingga penggunaan citra ini dapat diturunkan untuk pemanfaatan analisis yang menghasilkan peta skala besar. 4 Digital globe merupakan penyedia satelit multispektral yang menyajikan data spasial dengan resolusi tinggi diantaranya adalah citra IKONOS, QuickBird, GeoEye-1, WorldView-2 dan WorldView-3. Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 201858biru. Komposit ini dipilih untuk mengetahui kondisi obyek yang ada di permukaan bumi sesuai dengan kenampakan aslinya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis spasial untuk mengetahui potensi tanah terindikasi terlantar pada salah satu kawasan HGU. Identikasi terhadap tanah potensi terlantar dilakukan dengan melakukan interpretasi penggunaan tanah eksisting yang ada pada lokasi izin HGU. Untuk mengetahui batasan HGU pada citra maka citra google earth ditumpang tindihkan dengan peta HGU. Selanjutnya, dari hasil overlay antara peta eksisting penggunaan tanah dengan peta HGU, diperoleh data kesesuaian dan ketidaksesuaian arahan penggunaan tanah HGU dengan kondisi eksisting. Beberapa lokasi HGU yang masih dibiarkan sebagai lahan kosong atau penggunaan tanahnya tidak sesuai dalam SK pemberian hak tersebut selanjutnya dikelompokkan dalam area potensi obyek tanah terindikasi terlantar. Konsep yang digunakan untuk mengidentikasi potensi tanah terlantar adalah konsep monitoring penggunaan tanah dengan google earth5. Klasikasi yang digunakan untuk interpretasi adalah klasikasi terselia supervised. Klasikasi ini dipilih karena peneliti dapat memberikan pengaruh terhadap klasikasi yang akan dihasilkan melalui pengambilan sampel yang merepresentasikan nilai spektral tertentu Lillesand and Kiefer 2008. Hal penting yang harus dipertimbangkan dalam klasikasi terselia 5 Bey 2016 menyatakan bahwa monitoring penggunaan tanah dan tutupan tanah menggunakan citra google earth dan collect earth ini membantu untuk memudahkan pengguna data memantau penggunaan tanah sebagai bahan untuk melakukan penilaian dan evaluasi penggunaan tanah. Kemampuan ini bermanfaat untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan berkesinambungan. adalah sistem klasikasi dan kriteria sampel yang diambil. Pada klasikasi ini diawali dengan pengambilan sampel training area terhadap beberapa obyek yang ada dalam citra untuk selanjutnya sampel ini dijadikan acuan dalam mengklasikasikan nilai pixel sebagai representasi kenampakan tutupan tanah yang ada pada citra google earth yang disajikan. Algoritma yang digunakan untuk analisis klasikasi adalah maxsimum likelihood. Algoritma ini merupakan salah satu algoritma dalam analisis klasikasi terselia yang paling sering digunakan dan paling populer dibandingkan dengan algoritma lainnya minimum distance to mean algorithm, K-Nearest Neighbour Algorithm dan parallelepiped Lu et al 2011. Algoritma ini dipilih karena nilai statistiknya lebih stabil, lebih mapan dan lebih logik dalam mengklasikasikan setiap nilai pixel pada citra digital. Sebaran klasikasi nilai digital diklasikasikan berdasarkan dasar perhitungan probabilitas, dimana nilai pixel dikelaskan berdasarkan bentuk, ukuran, dan orientasi sampel pada feature space bukan berdasarkan pada jarak eklidiannya Danoedoro 2012. Sistem klasikasi yang diacu dalam penelitian menggunakan skema klasikasi penggunaan lahan yang dikembangkan oleh Projo Danoedoro 2012 namun sedikit dikolaborasikan dengan pengembangan oleh peneliti menyesuaikan karakteristik daerah penelitian. Dalam sistem dan pengenalan penggunaan tanah menggunakan sistem klasikasi terselia ini pemahaman dan pengetahuan mengenai daerah yang diteliti local knowledge akan sangat menunjang dan membantu pada proses klasikasi dan interpretasi Bronsveld et al 1992. Pemahaman terhadap daerah penelitian dalam hal ini memudahkan peneliti untuk mengenali obyek yang tersaji dalam sebuah citra, sehingga akan Westi Utami, I Gede Kusuma Artika, Aziz Arisanto, Aplikasi Citra Satelit ... 55-68 59membantu pada saat proses pengambilan sampel/training area pada sistem klasikasi terselia. Bagan alur penyusunan peta potensi tanah terlantar tersaji pada gambar 2. Diagram Alir Penyusunan Peta Tanah Terindikasi TerlantarD. IdentikasiTanahTerlantarMenggunakan Citra Satelit Google EarthPerangkat lunak yang digunakan untuk melakukan analisis data digital/nilai spektral adalah ENVI Kelebihan dari perangkat lunak ini adalah mampu memberikan hasil interpretasi secara lebih mudah, menyediakan piranti pengolahan data digital secara lengkap, dan mampu menghasilkan akurasi pengolahan data digital lebih baik. Sementara itu, penyajian secara spasial terhadap hasil klasikasi citra digital dan untuk mempermudah terhadap analisis data spasial pada penelitian ini memanfaatkan aplikasi sistem informasi geogra Pengolahan Citra Satelit Google Earth Kemajuan teknologi pengideraan jauh yang semakin pesat dan kemudahan mengakses berbagai data citra secara terbuka/online saat ini memudahkan user/pengguna dalam hal memperoleh data citra berkualitas tinggi yang tersedia secara multitemporal, serta mampu menyajikan pilihan saluran dengan berbagai multispektral/hiperspektral Hird 2017, 1315. Tersedianya citra satelit dengan resolusi tinggi ini bisa diperoleh dengan berbagai teknik dan dapat diambil dari berbagai situs resmi dunia. Khusus untuk penelitian ini, peneliti menggunakan citra satelit google earth pro yang direkam pada tanggal 23 Oktober 2017. Alasan pemilihan citra google earth pro adalah citra ini memiliki kualitas resolusi spasial tinggi, dengan cakupan perekaman luas, dan dapat diunduh secara free. Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh citra adalah dengan aplikasi UMD Hal penting yang dilakukan dalam mendownload citra adalah user harus terlebih dahulu mengetahui koordinat lokasi yang diinginkan untuk selanjutnya dapat memasukkan koordinat lintang dan koordinat bujur obyek/lokasi pada software UMD Selanjutnya citra yang sudah terdownload tersebut memerlukan proses combine le untuk menggabungkan le yang jumlahnya ribuan dengan menggunakan tool maps combiner yang tersedia pada aplikasi UMD Keuntungan menggunakan aplikasi ini adalah hasil download citra google earth dapat disajikan dalam format TIFF dan dengan dimasukkannya koordinat lintang bujur pada proses sebelumnya maka citra yang disajikan sudah memiliki georeferensi. Hasil download citra google earth dengan komposit 321 true colour disajikan pada gambar 3. Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 201860Gambar 3. Citra Google Earth Daerah Penelitian sumber Google Earth, 2017Gambar 3 citra google earth komposit 321 menunjukkan bahwa kenampakan tutupan lahan yang ada sesuai dengan warna asli dengan obyek yang ada di permukaan bumi. Tutupan lahan berupa vegetasi ditunjukkan dengan warna hijau, dimana pada vegetasi dengan kerapatan tinggi ditunjukkan dengan warna hijau tua, sementara untuk vegetasi dengan kerapatan rendah ditunjukkan dengan warna hijau muda. Pengenalan obyek secara mudah dapat diamati dari tampilan citra google earth, beberapa obyek yang tampak seperti adanya tanah terbuka/tanah kosong ditunjukkan dengan warna coklat, dan untuk tubuh air yaitu sungai juga sangat mudah dikenali dengan bentuknya yang memanjang dan berkelok-kelok. Pengolahan data digital pada penelitian ini menggunakan analisis klasikasi terselia supervised dengan algoritma maxsimum likelihood. Klasikasi ini memudahkan user/pengguna untuk memberikan intervensi terhadap jumlah klasikasi yang diinginkan sebagai dasar proses analisis lebih lanjut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses klasikasi ini adalah user harus teliti dalam mengambil training area sebagai sampel yang digunakan untuk setiap jenis tutupan tanah. Sebagai upaya memberikan sampel yang baik, pengambilan training area meliputi pengambilan sampel secara merata kurang lebih 10 lokasi terhadap kenampakan visual obyek yang sama dengan mengacu pada warna, rona, asosiasi, dan tekstur yang sama, memenuhi standart nilai pixel minimum yang harus diambil dalam setiap sampel yaitu sejumlah 100, pengambilan sampel pada jenis pixel pure pixel/ sampel yang homogen. Dengan terpenuhinya training area ini maka uji separabilitas uji keterpisahan antara pixel satu dengan lainnya memenuhi standart yaitu diperoleh hasil uji separabilitas antara 1,7 – 1,9. Uji separabilitas menjadi salah satu poin penting dalam klasikasi citra terselia. Semakin baik tingkat uji separabilitas yaitu mendekati angka 1,9 menandakan bahwa antara pixel satu dengan pixel lain dengan nilai spektral yang berbeda dapat terpisah dengan baik. Uji ini menjadi penentu terhadap proses klasikasi yang akan dihasilkan dan menjadi penentu apakah proses klasikasi dapat dilanjutkan atau tidak. Apabila user belum memenuhi nilai uji separabilitas maka proses pengambilan sampel harus dilakukan secara ulang. Gambar 4. Hasil Klasikasi Citra Google EarthSumber Hasil Analisis Citra Google EarthKlasikasi tutupan tanah pada citra google earth ini mencakup 6 kriteria yaitu tanah kering, permukiman, tanah kosong, perairan, perkebunan, dan jalan. Dari hasil pengolahan data citra secara digital dengan software Envi diperoleh klasikasi tutupan tanah sebagaimana tersaji pada gambar 4. Westi Utami, I Gede Kusuma Artika, Aziz Arisanto, Aplikasi Citra Satelit ... 55-68 61Data dan luasan pengolahan citra secara digital diperoleh klasikasi tutupan tanah tersaji pada tabel 2. Tabel2.KlasikasiTutupanTanahPadaLokasi HGUNo Klasikasi Penggunaan TanahLuas HaProsentase1Tanah Kering Kosong Hasil Pengolahan Citra Google EarthBerdasarkan tabel 2 terdapat 6 penggunaan tanah pada hamparan HGU yang dijadikan objek penelitian. Penggunaan tanah perkebunan memiliki prosentase terbesar dari keseluruhan luas objek penelitian yaitu sebesar atau hektar. Penggunaan perkebunan berdasarkan interpretasi peta di atas hampir menyebar di seluruh lokasi HGU dan jika diamati dari citra google earth true colour, tanaman yang berada pada penggunaan ini adalah berupa tanaman keras. Kemudian penggunaan tanah kering dan tanah kosong berada pada posisi kedua dan ketiga dimana prosentasenya sebesar dan Penggunaan tanah kering yang dimaksud adalah kenampakan pada citra yang menunjukkan bahwa di atas permukaan tanah tidak terdapat vegetasi, sedangkan tanah kosong adalah kondisi dimana di atas permukaan tanah tidak terdapat tanaman keras. Penggunaan permukiman menempati posisi ketiga dengan luas hektar atau sekitar dari luas keseluruhan. Jika dilihat dari pola persebaran yang tampak pada citra, pola persebaran permukiman di kawasan HGU ini berada memanjang sejajar dengan pola penggunaan tanah berupa jalan. Penggunaan eksisting yang terakhir adalah perairan % dan jalan %.2. Analisis Kesesuaian dan Ketidak-sesuaian Penggunaan TanahKlasikasi tutupan tanah/penggunaan tanah eksisting yang diperoleh dari citra google earth tahun 2017 ini berfungsi untuk menyajikan interpretasi penggunaan tanah pada lokasi HGU atau dapat pula berupa hak lainnya. Analisis kesesuaian dan ketidaksesuaian penggunaan tanah didasarkan pada arahan hak yang ditetapkan dalam SK Hak yang diberikan kepada pemegang hak perorangan/perusahaan. Hasil interpretasi yang menunjukkan adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian antara penggunaan tanah eksisting dengan arahan hak penggunaan tanah perkebunan karet disajikan pada gambar 5 5. Hasil Interpretasi Kesesuaian dan Ketidaksesuaian Penggunaan Tanah di Lokasi Penelitian Arahan Penggunaan tanah sesuai SK Hak/penggunaan tanah perkebunan, 5b Penggunaan tanah tidak sesuai berupa pemukiman, Rona dan warna merah berupa tanah kering, penggunaan tanah warna kuning berupa tanah kosong Perkebunan Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei Tanah Tanah kosongSumber Hasil Analisis Data 2018Gambar 5 menunjukkan bahwa perusahaan yang diberikan izin HGU untuk arahan penggunaan perkebunan secara eksisting tidak semuanya diusahakan sebagai lahan perkebunan. Hasil interpretasi dan klasikasi tersebut menunjukkan lahan HGU yang seharusnya ditanami tanaman karet dimanfaatkan sebagai pemukiman dan beberapa lahan lainnya dibiarkan menjadi lahan kering. Selain itu hasil interpretasi juga menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang seharusnya diusahakan untuk tanaman karet masih ada yang tidak diusahakan dalam artian dari hasil interpretasi masih berupa tanah kosong. Berdasarkan hasil analisis pengolahan citra google earth terhadap keseluruhan kawasan Hak Guna Usaha pada lokasi penelitian maka beberapa jenis penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan arahan hak serta luasan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan untuk pemegang hak disajikan pada tabel 3. Tabel3.KlasikasidanLuasPenggunaanTanah Tidak Sesuai dengan Izin Hak No Penggunaan TanahKesesuaian Luas Ha Prosentase1Tanah Kering Tidak sesuai Tidak sesuai Kosong Tidak sesuai sesuai sesuai sesuai Analisis Pengolahan Data Tahun 2018Dari tabel 3 terlihat bahwa terdapat 3 penggunaan tanah pada wilayah penelitian yang tidak sesuai dengan arahan penggunaan ketika diterbitkannya izin HGU. Pertama, terdapat hektar atau sebesar area pada lokasi penelitian penggunaanya berupa tanah kering. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perusahaan ini kemungkinan memiliki faktor ketidaksengajaan ataupun sengaja menelantarkan tanahnya. Faktor ketidaksengajaan dapat dipengaruhi oleh faktor ketidakpahaman pemegang HGU terhadap mana saja lahan HGU yang harus diusahakan atau dapat pula dikarenakan pada lokasi tanah kering/terlantar tersebut secara geomorfologis Westi Utami, I Gede Kusuma Artika, Aziz Arisanto, Aplikasi Citra Satelit ... 55-68 63tidak memungkinkan untuk digarap. Sementara itu, faktor kesengajaan dapat dipengaruhi karena ketidakmampuan perusahaan dalam mengusahakan tanah, hal ini berkaitan dengan keterbatasan modal yang dimiliki perusahaan atau dapat pula kesengajaan pemegang hak karena faktor spekulasi terhadap kenaikan harga tanah. Ketidaksesuaian kedua adalah permukiman yang mencapai hektar atau sekitar dan ketiga adalah penggunaan tanah kosong seluas hektar atau Sitem Informasi Geogras pada penelitian ini di antaranya untuk menyajikan representasi sebaran spasial dan mengetahui luas setiap penggunaan tanah pada hasil klasikasi citra. Pemanfaatan aplikasi SIG dalam penelitian ini hanya sebatas pada penyimpanan data, pengolahan data, dan penyajian data spasial untuk penggunaan tanah hasil interpretasi citra. Dikarenakan penelitian masih sebatas desk study memanfaatakan data sekunder berupa citra dan peta HGU dan belum melakukan kroscek/survei terhadap kondisi lapangan yang sebenarnya maka uji akurasi terhadap hasil interperetasi belum dilakukan dalam kajian ini, sehingga harapan ke depan adalah perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terkait bagaimana uji akurasi hasil interpretasi citra google earth serta mendalami lebih lanjut terkait mengapa tidak semua lokasi yang telah diberikan izin diusahakan oleh perusahaan. Kajian terhadap bagaimana dan siapa saja yang mengusahakan dan memanfaatkan tanah pada lokasi HGU dan kenapa ini dapat terjadi tentunya menjadi kajian menarik untuk dilakukan penelitian lanjut. Data serta informasi lanjutan tersebut akan mudah diinput dan diolah melalui SIG, sehingga pembaharuan serta pengolahan data lebih lanjut terkait tanah terlantar akan mudah dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi ini. Dari hasil pengolahan data diketahui luas total daerah penilitian ini adalah hektar, dimana jika dijumlah dari ketiga penggunaan tanah yang tidak sesuai terdapat hektar atau sekitar Berdasarkan pengolahan data ini maka dapat disimpulkan bahwa pemegang HGU tidak mengusahakan keseluruhan area yang telah diberikan hak untuk digarap sebagaimana izin yang ditetapkan untuk perkebunan dan hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat hektar dari wilayah HGU yang memiliki potensi terindikasi terlantar. Sebaran spasial terhadap tanah yang terindikasi terlantar pada kawasan HGU disajikan pada gambar 6. Gambar 6. Peta Terindikasi Terlantar Pada Kawasan HGUSumber Analisis Data Tahun 20183. PercepatanIdentikasiTanahTerindikasi TerlantarHamparan tanah yang diterlantarkan/terlantar di berbagai lokasi di Indonesia tentunya membutuhkan perhatian, penanganan, dan penyelesaian lebih serius lagi. Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar yang menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN, dapat dimulai dengan tahapan awal yaitu identikasi terhadap tanah-tanah yang telah diberikan izin HGU ataupun hak lainnya. Citra penginderaan jauh yang tersaji secara gratis dan disajikan oleh berbagai provider tentunya dapat membantu mempermudah dan mempercepat pekerjaan identikasi tanah Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 201864terindikasi terlantar. Beberapa citra yang dapat diunduh secara gratis dan dapat dimanfaatkan untuk pengolahan citra secara digital selain google earth adalah Landsat 8 yang tersaji dengan berbagai pilihan yaitu gelombang visible Red, Green, Blue, gelombang inframerah dekat dan gelombang thermal, Landsat 7 Johnson 2015, 13436-13439. Pemanfaatan citra secara digital ini dapat dilakukan secara efektif dan esien untuk mengetahui eksisting penggunaan tanah terbaru pada lokasi tanah yang telah diberikan izin hak. Kelebihan citra penginderaan jauh yang mampu menyajikan data secara temporal juga dapat dimanfaatkan untuk memantau perubahan penggunaan lahan secara cepat, efektif dan esien Pattanayak 2016, 201-213 . Tingkat akurasi yang tinggi dari hasil interpretasi dan klasikasi penggunaan tanah melalui analisis citra digital serta kemampuan menyajikan data terbaru dapat dimanfaatkan untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan Mishra 2016, 45-53. Kegiatan percepatan identikasi tanah terlantar dengan pemanfaatan citra dan SIG ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menertibkan tanah terlantar dan mendorong pendayagunaan tanah untuk masyarakat melalui reforma agraria. E. Kesimpulan 1. Citra google earth merupakan salah satu citra yang disajikan oleh digital globe dengan resolusi spasial cukup tinggi, tersaji secara bebas/tidak berbayar dan dapat diakses dengan mudah. Citra ini memberikan keunggulan untuk monitoring dan analisis penggunaan Pemanfaatan citra google earth dan SIG dapat digunakan untuk mempercepat identikasi tanah terlantar. Metode yang digunakan melalui analisis ke-tidak sesuaian antara penggunaan tanah eksisting terhadap arahan izin peng-gunaan tanah pada hak Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan yang telah ditetapkan dalam SK pemberian Klasikasi supervised dengan meng-gunakan algoritma maxsimum likelihood memudahkan user dalam melakukan analisis klasikasi penggunaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada area HGU yang diberikan kepada pemegang hak terdapat hektar atau sekitar penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan arahan izin yang diberikan. Terhadap tanah seluas % atau hektar tersebut dapat dikategorikan menjadi tanah yang teridentikasi terlantar. 5. Kemajuan teknologi penginderaan jauh dan SIG ini hendaknya menjadi peluang dan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi Kementerian ATR/BPN untuk meningkatkan kinerja guna mencapai target yang telah ditetapkan. Daftar K. Nadaoka, and T Nakamura 2014, ISPRS International Journal of Geoinformation, 3, Farah, and D. Algarni 2014, Articial Satellites. 49-2, 101. Ahmad, A. & Quegan, S 2012, Analysis of maximum likelihood classication on multispectral data. Applied Mathematical Sciences 6 129, 6425 – A. Muhammad 2017, Mapping seagrass condition using google earth imagery’, Journal of Engineering Science and Technology. Westi Utami, I Gede Kusuma Artika, Aziz Arisanto, Aplikasi Citra Satelit ... 55-68 65Bey Adia, et all 2016, Collect Earth Land use and land cover assessment through augmented visual interpretation’, Remote Sensing Journal, doi Kostwinder, & Chutirrattanapan, S 1992, Improving a land use map using geo-information systems and remote sensing. Paper Presented at The Second Symposium on Remote Sensing and Space, Hat Yai. Danoedoro, Projo 2012, Pengantar Penginderaan Jauh Digital, Andi Oset, Yogyakarta. Goldblatt Ran, Wei You, Gordon Hanson, Amit K. Khandelwal 2016, Detecting the boundaries of urban areas in India a dataset for pixel-based image classication in google earth engine’, Remote Sensing Journal, 634, doi N Jennifer, Evan R. DeLancey, Gregory J. Mc Dermid , Jahan Kariyeva, 2017, Google earth engine, open-access satellite data, and machine learning in support of large-area probabilistic wetland mapping’, Remote Sensing Journal, 1315, doi A. Brian 2015, Scale issues related to the accuracy assessment of land use/ land cover maps produced using multi-resolution data comments on “The improvement of land cover classication by thermal remote sensing”. Institute for Global Environmental Strategies, 2108-11 Kamiyamaguchi, Hayama, Kanagawa 240-0115, Japan, 13436-13439, doi Kiefer, 2008, Remote sensing and image interpretation. New York D., Batistella, M., Moran, E., Hetrick, S., Alves, D., Brondizio, E 2011, Fractional forest cover mapping in the Brazilian Amazon with a combination of MODIS and TM images’. Int. J. Remote Sens. 32, 7131–7149. Doi Varun Narayan, Praveen Kumar RAI, Pradeep KUMAR, Rajendra Prasad 2016, Evaluation of land use/land cover classication accuracy using multi-resolution remote sensing images, Forum geograc. Studii și cercetări de geograe și protecția mediului, Volume XV, Issue 1, pp. 45-53 , Surya Prakash, Diwakar Kumar Sumant 2016, District-wise change analysis of land use-land cover in Delhi territory using remote sensing & GIS’, Journal of Urban and Environmental Engineering, Vol. 10, No. 2. doi Giuseppe, Baiocchib Valerio, Lupiaa Flavio 2015, Horizontal accuracy assessment of very high resolution Google Earth images in the city of Rome Italy’, International Journal of Digital Earth, P 342-362Schmidt Reolon, Jaciane Xavier Bressiani, Patrícia Antunes DosReis and Marcio Ricardo Salla 2016, Evaluation of the performance of image classication methods in the identication of vegetation’, Journal of Urban and Environmental Engineering, Celso Augusto Guimarães Santos, doi Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 201866Laporan Kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2015, 2016 dan 2017, diakses melalui PerundanganPeraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah TerlantarPeraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019. ... Pertama melalui pemantauan fisik tanah secara langsung, tampilan morfologi tanah yang diindikasikan telantar dapat dilihat secara kasat mata bahwa di atas tanah tersebut tidak terdapat bangunan, kebun liar di antara kawasan perumahan, bekas kawasan industri yang terbengkalai, lahan sempit yang kering di antara bangunan infrastruktur dan lahan yang terdapat bangunan namun tidak digunakan atau tidak dihuni Kivell, 1993;Scheele, 2016. Yang kedua, melalui pencitraan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh Arfian et al., 2018;Utami et al., 2018;Xu et al., 2019;Zhu et al., 2021. Dari dua tema hasil kondensasi unit-unit informasi yang diperoleh di lapangan, maka didapatkan sebuah interpretasi akhir pada Tabel 3 bahwa partisipasi masyarakat dalam upaya penertiban tanah telantar masih kurang. ...Samba Habib HauriAgam MarsoyoSangat sedikit topik penelitian yang mengambil perspektif partisipasi masyarakat dalam upaya penertiban tanah telantar. Padahal, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan tata ruang sekaligus sebagai komponen yang secara langsung dipengaruhi oleh dinamika tata ruang khususnya aktivitas penggunaan lahan. Penelitian ini akan menunjukkan sejauh mana partisipasi masyarakat dalam membantu otoritas pertanahan untuk menertibkan tanah yang terindikasi telantar. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif untuk menginterpretasikan pengalaman masyarakat di sekitar lokasi tanah terindikasi telantar secara kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat terhadap isu publik ini masih kurang. Sikap pasif dan ketidakpedulian masyarakat ini menjadi bukti bahwa proses penertiban tanah telantar belum menjadi perhatian khusus di kalangan masyarakat pedesaan. Artinya, kesadaran masyarakat desa dalam upaya pengendalian penggunaan lahan belum terbangun sepenuhnya.... Gambaran lebih nyata dibandingkan peta biasa, dapat menganalisa lokasi secara lebih dekat ataupun jauh Putra, 2017. Kelebihan citra google earth ini adalah dapat menyajikan data secara temporal multi waktu, dengan resolusi spasial cukup baik, cakupan perekaman yang luas, dan kemampuan penyajian distribusi data spasial secara jelas Schmidt 2016, 062-071; Ahmad 2012 dalam Utami, Artika and Arisanto, 2018. ...Pemanfaatan data peta open source sebagai alat untuk memahami potensi wilayah dan sebagai penunjang pengelolaan desa masih perlu dioptimalkan khususnya untuk wilayah desa. Desa Kebonharjo merupakan Desa di Kabupaten Kendal yang membutuhkan update peta administrasi dan fasilitas umum yang dapat digunakan sebagai penunjang pemerintah desa. Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah pelatihan pemetaan desa sebagai dasar dalam pembangunan Desa Kebonharjo Kabupaten Kendal. Metode yang digunakan di antaranya survei, tahap persiapan, proses pembuatan peta, print out sementara, print out tetap, dan serah terima peta. Kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Kebonharjo menghasilkan peta desa yang berisi informasi geospasial pada wilayah tersebut. Informasi tersebut berupa batas wilayah administrasi, jaringan/infrastruktur transportasi, perairan, sarana dan prasarana. Citra yang ditampilkan pada peta desa tersebut memberikan gambaran tutupan lahan di Desa Kebonharjo... tau wilayah yang direkomendasikan untuk didirikan kegiatan perekonomian berdasarkan nama jalan, yaitu dengan menginput peta hasil analisis format .kmz pada Google Earth Pro. Google Earth merupakan software yang memiliki data citra yang disediakan digital globe dengan keunggulan resolusi spasial yang cukup tinggi, mudah diakses dan tidak berbayar Utami et. al., 2018. Pada gambar 7 lokasi-lokasi tersebut ditunjukan oleh keterangan nomor dan kotak berwarna merah, lokasi wilayah tersebut diantaranya 1 Jl. Kertajati-Kadipaten, 2 sekitar wilayah Pasiripis tidak tertera nama jalan, 3 Jl. Jatibarang-Kadipaten, 4 Jl. Raya Beber & Jl. Raya Randengan, 5 Jl. Raya Ligung, 6 sekitar wilayah Majas ...... The satellite image shown by Google Earth is a Geo Eye satellite image that has a high resolution of meters in panchromatic mode and meters in spectral mode. The use of Google Earth imagery in processing Geospatial Information System GIS results in the latest existing data on land use Utami et al., 2018. In the interpretation of satellite imagery map, the authors digitized and classified the land use at a scale of 120,000. ...Muhammad DhahlanNiken Ayu Rahma SudarkoSatria SukanandaSedati Subdistrict is an area that has the largest mangrove forest along the east coast of Sidoarjo Regency. This mangrove forest serves to withstand the waves and prevent the abrasion of sea waves around the coastal area. Unfortunately, some mangroves have suffered damage due to land conversions that triggered rob flood. This study aims to determine and explain the physical conditions before and after rob flood, land use changes, and mangrove growth along the coast of Sidoarjo. This study employed the qualitative method and adopted the image interpretation approach. The satellite image used is Google Earth, showing a high-resolution Geo Eye satellite image meters in panchromatic mode and meters in spectral mode taken in 2015, 2017, 2018, 2019, and 2021. The authors interpreted the image using a digital method by digitizing and classifying the land use on a scale of 120,000. The observation object is the area affected by rob flood. The results indicated that before and after rob flood, there were changes in land use along the coast. Most of the locations affected by flooding are overgrown with mangroves. In addition, sedimentation occurs in those locations because the water carries sand which accumulates to the land so that it forms a channelbar. The authors concluded that there have been changes in land use in the last five years along the coast of Sedati Subdistrict. In 2015, the coastal region was still visible, but in 2017, it disappeared due to the loss of mangroves which caused abrasion. The change in the shoreline occurred very significantly, especially in 2019, which was due to the impact of rob flood.... Citra satelit kemudian data di analisis dengan menggunakan sistem informasi geografi SIG Utami et al., 2018. SIG memiliki kemampuan dalam mempresentasikan unsur-unsur di permukaan bumi dengan cara mengumpulkan, menyimpan, menganalisis data dan menampilkan kembali secara geografis Prahasta, 2005, Kondisi Alam Puntodewo et al., 2003, Evaluasi DAS Fachruddin et al., 2021. ...Kecamatan Sampoiniet dan Setiabakti Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah yang dilanda Gempa dan Tsunami pada 26 Desember 2004. Dampak dari Tsunami telah mengubah geomorfologi pada sebagian wilayah pesisir Kecamatan tersebut. Tujuan dari penelitian ini menganalisis dan membandingkan perubahan garis pantai berdasarkan data citra satelit secara multi temporal memanfaatkan Sistem Informasi Geografis SIG info pada tahun sebelum Tsunami yaitu Tahun 2004 dan tahun setelah Tsunami yaitu Tahun 2008 dan 2017. Dampak kerusakan akibat dari Tsunami terutama terjadi pada kawasan pesisir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Deskriptif dengan melakukan pengumpulan data citra pada periode yang berbeda pada tahun 2004, 2008 dan 2017. Wilayah kajian meliputi kawasan pantai yaitu kecamatan yaitu Kecamatan Sampoiniet dan Kecamatan Setiabakti. Penelitian dilakukan untuk mengamati perubahan panjang garis pantai secara multitemporal yaitu pada tahun 2004, 2008 dan 2017. Hasil penelitian menunjukkan adanya pebubahan Panjang garis pantai dari Tahun 2004 yaitu 50,42 km, menjadi 54,68 km pada tahun 2008 dan bertambah menjadi 55,30 km pada tahun Suranyate ManikRochmat Martanto M. Nazir SalimPenguasaan dan pemanfaatan tanah oleh masyarakat dalam kawasan hutan merupakan persoalan yang terjadi di banyak tempat, termasuk di Kecamatan Pagindar, Pakpak Bharat. Realitas tersebut perlu diselesaikan agar hak-hak masyarakat dapat diberikan untuk menjamin keadilan dan kesejahteraannya. Atas kondisi tersebut, studi ini diawali dengan melakukan identifikasi potensi Tanah Obyek Reforma Agraria TORA dalam kawasan hutan di Pagindar. Tujuannya untuk mengidentifikasi potensi TORA dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan keruangan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi lapangan, dan studi dokumen. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis keruangan dan analisis konten dengan hasil daftar nominatif Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan tanah P4T, peta P4T, peta identifikasi potensi TORA, dan peta kesesuaian penggunaan tanah dengan arahan RTRW. Identifikasi P4T menghasilkan tipologi dan permasalahan penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang terdiri atas penguasaan oleh masyarakat hukum adat, transmigran, dan PT. Gruti. Penguasaan tersebut telah berlangsung cukup lama dan pemerintah perlu menyelesaikan agar masyarakat terjamin keamanan tanahnya. Kebijakan yang dimungkinkan adalah perubahan batas melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan PPTKH pemberian hak milik atau perhutanan sosial izin pemanfaatan/pengelolaan hutan. Fahmi Charish MustofaThe availability of cadastral maps as a product of the Land Surveyor is very important for policy-making activities. Therefore, the Land Surveyor profession will not disappear but will sublimate and incarnate in a new corridor outsourcing. On the other hand, the authority attached to this profession is still needed in cadastral measurement and mapping activities. Not different from the Deed Officer function as a partner in documenting land-related data from a legal perspective. The authority attached, considering the efficiency aspect, will be delegated to the educated communities empowered with the mobile application and positioning gadget. As a fundamental step, the Ministry of ATR/BPN, the Ministry of Village, the Ministry of Internal Affair, and the Ministry of Law is expected to formulate policies like an umbrella instrument for law, governance, and development advances in cloud computing and machine-leaning algorithms are shifting the manner in which Earth-observation EO data are used for environmental monitoring, particularly as we settle into the era of free, open-access satellite data streams. Wetland delineation represents a particularly worthy application of this emerging research trend, since wetlands are an ecologically important yet chronically under-represented component of contemporary mapping and monitoring programs, particularly at the regional and national levels. Exploiting Google Earth Engine and R Statistical software, we developed a workflow for predicting the probability of wetland occurrence using a boosted regression tree machine-learning framework applied to digital topographic and EO data. Working in a 13,700 km2 study area in northern Alberta, our best models produced excellent results, with AUC area under the receiver-operator characteristic curve values of and explained-deviance values of Our results demonstrate the central role of high-quality topographic variables for modeling wetland distribution at regional scales. Including optical and/or radar variables into the workflow substantially improved model performance, though optical data performed slightly better. Converting our wetland probability-of-occurrence model into a binary Wet-Dry classification yielded an overall accuracy of 85%, which is virtually identical to that derived from the Alberta Merged Wetland Inventory AMWI the contemporary inventory used by the Government of Alberta. However, our workflow contains several key advantages over that used to produce the AMWI, and provides a scalable foundation for province-wide monitoring change detection is the process that helps in determining the changes associated with Land use and Land cover properties with reference to geo-referenced multi-temporal remote sensing data. It helps in identifying change between two or more dates that is uncharacterized of normal variation. This work is an attempt to assess the district-wise changes in land use/land cover in Delhi, India. The study made use of LISS -III imageries of 2008 and 2012 year. The images were classified using Maximum Likelihood classification method. The output can be useful in many applications such as Land use changes, habitat fragmentation, rate of deforestation, urban sprawl and other cumulative changes through spatial and temporal analysis. The study shows that Delhi land cover in duration of 2008 to 2012 show major changes in the landscape as there is high growth in the fallow and built up area. Agriculture land decreased by and forest area has reduced marginally by Built up increased by and water body is showing almost a constant condition over time. © 2016 Journal of Urban and Environmental Engineering JUEE. All rights and accurate land use/land cover LULC information is requisite for sustainable planning and management of natural resources. Remote sensing images are major information sources and they are widely used for mapping and monitoring various land features. Images from various sensors, with different spatial resolutions, are available; however, the selection of appropriate spatial resolution is an essential task to extract desired information from images. This paper presents the conclusions of the work related to LULC classification based on multi-resolution remote sensing images. Optical data collected by three different sensors LISS IV with m and Landsat 8-OLI with 30 m and AWiFS with 56 m spatial resolutions respectively in 2013 are examined against the potential to correctly classify specific LULC classes. The classifications of images are performed using Maximum Likelihood Classifier MLC. The results indicate that the overall accuracy and kappa coefficient of LISS IV with m are higher than that of Landsat 8-OLI with 30 m and AWiFS with 56 m images. Understanding the role of spatial resolution in LULC classification accuracy will enable the appropriate interpretation of any classified images. Marcio Augusto Reolon SchmidtOrbital imaging techniques offer comprehensive coverage of different regions for numerous environmental and socioeconomic applications, revealing the spatial characteristics and land use of those regions. The advantages of remote sensing include its ability to record spatial distribution patterns, and spectral and temporal data over large regions. The objective of this research is to evaluate the performance of different multispectral image classification methods in the selection of general vegetation, based on a set of samples taken from a Landsat 8 image. The quality of multispectral images and their final classification is usually evaluated based on the Kappa index, which is used as the quality standard in many remote sensing software programs. The classification methods chosen for this study were Parallelepiped, Maximum Likelihood, Mahalanobis Distance, and neural networks. The most suitable classification was used as standard and the other images were compared with it to determine the degree of similarity ranking IS1x, defined as the percentage of pixels classified differently from those of the standard image. The IS1x was determined using a Matlab routine involving pixel subtraction between images. The results indicate that probability distribution methods are more suitable for discriminating vegetation types than other methods, and that some band combinations should be often occurs in an unplanned and uneven manner, resulting in profound changes in patterns of land cover and land use. Understanding these changes is fundamental for devising environmentally responsible approaches to economic development in the rapidly urbanizing countries of the emerging world. One indicator of urbanization is built-up land cover that can be detected and quantified at scale using satellite imagery and cloud-based computational platforms. This process requires reliable and comprehensive ground-truth data for supervised classification and for validation of classification products. We present a new dataset for India, consisting of 21,030 polygons from across the country that were manually classified as " built-up " or " not built-up, " which we use for supervised image classification and detection of urban areas. As a large and geographically diverse country that has been undergoing an urban transition, India represents an ideal context to develop and test approaches for the detection of features related to urbanization. We perform the analysis in Google Earth Engine GEE using three types of classifiers, based on imagery from Landsat 7 and Landsat 8 as inputs. The methodology produces high-quality maps of built-up areas across space and time. Although the dataset can facilitate supervised image classification in any platform, we highlight its potential use in GEE for temporal large-scale analysis of the urbanization process. Our methodology can easily be applied to other countries and regions. Brian Alan JohnsonMuch remote sensing RS research focuses on fusing, combining, multi-resolution/multi-sensor imagery for land use/land cover LULC classification. In relation to this topic, Sun and Schulz [1] recently found that a combination of visible-to-near infrared VNIR; 30 m spatial resolution and thermal infrared TIR; 100–120 m spatial resolution Landsat data led to more accurate LULC classification. They also found that using multi-temporal TIR data alone for classification resulted in comparable and in some cases higher classification accuracies to the use of multi-temporal VNIR data, which contrasts with the findings of other recent research [2]. This discrepancy, and the generally very high LULC accuracies achieved by Sun and Schulz up to overall accuracy for a combined VNIR/TIR classification result, can likely be explained by their use of an accuracy assessment procedure which does not take into account the multi-resolution nature of the data. Sun and Schulz used 10-fold cross-validation for accuracy assessment, which is not necessarily inappropriate for RS accuracy assessment in general. However, here it is shown that the typical pixel-based cross-validation approach results in non-independent training and validation data sets when the lower spatial resolution TIR images are used for classification, which causes classification accuracy to be Earth GE has recently become the focus of increasing interest and popularity among available online virtual globes used in scientific research projects, due to the free and easily accessed satellite imagery provided with global coverage. Nevertheless, the uses of this service raises several research questions on the quality and uncertainty of spatial data positional accuracy, precision, consistency, with implications for potential uses like data collection and validation. This paper aims to analyze the horizontal accuracy of very high-resolution VHR GE images in the city of Rome Italy for the years 2007, 2011 and 2013. The evaluation was conducted by using both Global Positioning System ground truth data and cadastral photogrammetric vertex as independent check points. The validation process includes the comparison of histograms, graph plots, tests of normality, azimuthal direction errors and the calculation of standard statistical parameters. The results show that GE VHR imageries of Rome have an overall positional accuracy close to 1 m, sufficient for deriving ground truth samples, measurements, and large-scale planimetric deforestation rates in Amazonia have motivated considerable efforts to monitor forest changes with satellite images, but mapping forest distribution and monitoring change at a regional scale remain a challenge. This article proposes a new approach based on the integrated use of Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer MODIS and Landsat Thematic Mapper TM images to rapidly map forest distribution in Rondônia, Brazil. The TM images are used to differentiate forest and non-forest areas and the MODIS images are used to extract three fraction images vegetation, shade and soil with linear spectral mixture analysis LSMA. A regression model is built to calibrate the MODIS-derived forest results. This approach is applied to the MODIS image in 2004 and is then transferred to other MODIS images. Compared to INPE PRODES Brazil's Instituto Nacional de Pesquisas Espaciais – Programme for the Estimation of Deforestation in the Brazilian Amazon data, the errors for total forest area estimates in 2000, 2004 and 2006 are − and − respectively. This research provides a promising approach for mapping fractional forest proportion of forest cover area in a pixel distribution at a regional scale. The major advantage is that this procedure can rapidly provide the spatial and temporal patterns of fractional forest cover distribution at a regional scale by the integrated use of MODIS images and a limited number of Landsat Lillesand Ralph M KieferA textbook prepared primarily for use in introductory courses in remote sensing is presented. Topics covered include concepts and foundations of remote sensing; elements of photographic systems; introduction to airphoto interpretation; airphoto interpretation for terrain evaluation; photogrammetry; radiometric characteristics of aerial photographs; aerial thermography; multispectral scanning and spectral pattern recognition; microwave sensing; and remote sensing from space. Jawaban yang benar adalah C. pemetaan lahan Perusahaan perkebunan memiliki areal perkebunan yang sangat luas, maka dari itu dibutuhkan bantuan citra penginderaan jauh untuk pemetaan lahan. Berikut ini adalah keunggulan penginderaan jauh. 1. Citra menggambarkan objek di permukaan bumi dengan wujud dan letak objek mirip yang sebenarnya, gambar relatif lengkap, liputan daerah luas dan sifat gambar yang permanen 2. Citra tertentu dapat menggambarkan tiga dimensi jika dilihat dengan stereoskop. Gambaran tiga dimensi memungkinkan untuk pengukuran tinggi dan volume. 3. Citra dapat menggambarkan benda yang tidak tampak sehingga dimungkinkan pengenalan objeknya, contoh untuk mengetahui kebocoran pipa bawah tanah 4. Citra dapat dibuat dengan cepat walaupun daerahnya sulit ditempuh memalui darat, contoh hutan, pegunungan, rawa. 5. Citra sebagai cara pemetaan daerah bencana. Jadi, jawaban yang benar adalah C. pemetaan lahan

citra penginderaan jauh dimanfaatkan oleh perusahaan perkebunan untuk